Ada Berkah dan Asa di Kampung Jahit Maharrani

Hi Mom...

Saya baru tahu ternyata ada yang namanya kampung jahit di Padang, Sumatera Barat. Selama ini saya tahunya banyak penjahit handal adanya di kota Bukittinggi bukan dari kota Padang. 

Pasti banyak yang menyangka Padang dan Bukittingi sebuah nama yang sama padahal Padang adalah ibu kota Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Bukittinggi merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat.

Jangan sedih mom perbedaan kota Padang dan kota Bukittinggi mulai saya pahami setelah menikah dengan suami yang orang tuanya asli Padang😁.

Setiap kali mama mertua pulang kampung atau tantenya yang tinggal di Bukittinggi datang ke Jakarta pasti salah satu oleh-olehnya mukena cantik. Mukena ini bordirannya di bordir langsung di bahannya, bukan tempelan jadinya lebih awet.

Bukan hanya mukena, mereka juga membuat baju wanita dan pria dengan kwalitas yang bagus.  Ini yang membuat produk dari  Bukittinggi ini lebih khas dan istimewa. 

Belum berwisata ke Sumatera Barat jika belum mengunjungi kota Bukittinggi dan membawa pulang oleh-oleh khas dari sini. Anggapan ini sekarang berubah karena ada produk fesyen yang bagus juga di kota Padang.

"Elsa Maharrani & Keluarga, foto: koleksi FB Elsa Maharrani.jpeg"
Nama Elsa Maharrani bisa dibilang yang membuat perubahan tersebut. Saya sempat wawancara sedikit melalui Whatsapp, karena Elsa sedang menunaikan ibadah umroh tapi dia tetap menyempatkan untuk menjawab beberapa pertanyaan saya.

"Elsa Maharrani umroh memakai koleksi pribadi akan di launching tahun ini. foto: Koleksi Pribadi.jpeg"
Membangun Konveksi dengan modal kecil

Elsa Maharrani perempuan kelahiran 5 Maret tahun 1990 ini sebelumnya punya pengalaman berdagang pakaian secara daring. Dia menjadi reseller pakaian dengan brand terkenal, tentunya dengan kualitas yang bagus.

Punya penghasilan tambahan yang lumayan ternyata tidak membuat Elsa Maharrani bahagia. Karena dia melihat masyarakat disekitar tempat tinggalnya (Koto Tingga, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang) masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Kebanyakan dari kalangan ekonomi menengah kebawah, mereka bekerja sebagai petani, kuli bangunan dan pemecah batu. Uang yang didapat hari itu langsung habis, dijamin tidak ada sisa untuk esok hari apalagi untuk ditabung.

Berhari-hari dia berpikir bagaimana caranya untuk membantu meningkatkan ekonomi mereka yang kebanyakan tetangganya sendiri. Akhirnya lulusan dari S1 ilmu kesehatan Masyarakat Universitas Andalas ini kepikiran untuk membuat konveksi.

Anak Kedua dari 10 bersaudara ini bercerita kepada saya, walau tidak bisa menjahit dan menggambar pola design, dia  mengerti alurnya bagaimana sebuah kain bisa menjadi sepotong baju siap pakai. 

Karena selama ini dia sudah berkutat dengan produk-produk baju ternama buatan orang lain, apa salahnya kali ini bikin dengan label sendiri. Selain itu dorongan terbesar Elsa adalah ingin memberdayakan masyarakat  yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Setelah dapat dukungan penuh dari suaminya Fajri Gufran Zainal dan modal uang 3 juta rupiah, tahun 2016 Elsa mulai merintis konveksinya sendiri. Dia mulai mencari kain dan penjahit untuk usaha konveksi di Kota Padang, tapi ternyata tidak semudah itu. 

Di Padang ternyata gak ada tuh bisnis konveksi, Ia bahkan harus pergi ke Bukittinggi untuk mencari penjahit yang bisa diajak sebagai mitra. 

Hampir menyerah ...

Setelah berjalan beberapa waktu ternyata usaha konveksi di Bukittinggi ini tidak berjalan seperti yang dia harapkan. Bahkan dia sempat berpikir ulang apakah akan jalan terus atau malah menyerah sama sekali, karena produksi di Bukittinggi bisa dikatakan gagal total.

Ibu dari 2 orang anak ini merasa hancur secara finansial karena barang yang dibuat penjahit dari Bukittinggi tidak sesuai harapannya. Karena  dia sudah pernah menjual brand terkenal di Indonesia, jadi sangat tahu betul bagaimana kualitas jahitan yang bagus.

Bukan Elsa Maharrani namanya kalau dia langsung menyerah begitu saja. Dia mulai melirik tetangga kiri kanan yang dinilai punya kemahiran menjahit, wah tidak disangka banyak juga tetangganya yang mahir menjahit dengan rapi. 

Selama ini dia mencarinya kejauhan ternyata para tetangganya juga punya kemampuan menjahit yang bagus bahkan bisa membuat sesuai selera konsumen. Mulailah dia merangkul mereka untuk jadi mitra, ini sesuai dengan tujuan semula ingin meningkatkan taraf hidup mereka jadi lebih baik.

Kampung Jahit Maharrani

Tahun 2019 Elsa kembali memulai produksi dengan brand Maharrani Hijab, yang keren mereka tidak harus punya ruangan besar untuk mengerjakan produk jahitannya. Karena  para ibu rumah tangga ini mengerjakannya di rumah masing- masing. 

Caranya dengan mengumpulkan ibu-ibu rumah tangga ini di rumah Elsa, kemudian mereka membahas target pakaian pesanan yang harus diselesaikan selama seminggu.

"Ibu-ibu di Kampung Jahit Maharrani, foto: sumbar.antaranews.com.jpeg"
Selanjutnya mereka datang seminggu sekali ke rumah Elsa untuk menyetor hasil jahitannya yang dikerjakan di rumah masing-masing. Saat pulang mereka kembali membawa bahan jahitan untuk diselesaikan dalam waktu satu minggu, begitu seterusnya. 

Bahan kain yang mereka bawa sudah dipotong-potong sesuai pola yang diinginkan. Karena hampir sebagian besar tetangganya menjadi mitra Elsa dan mengerjakan jahitan di rumah, sejak itu tempatnya disebut dengan Kampung Jahit Maharrani. 

Terus bagaimana kalau tidak punya mesih jahit sendiri? mereka bisa meminjamkan mesih jahit untuk dibawa ke rumah.  

Seiring berjalannya waktu nama Maharrani Hijab menjadi brand Maharrani. Karena awalnya hanya membuat hijab, lambat laun Kampung Jahit juga mulai membuat baju koko, gamis syar'i, gamis dress, hijab, sarimbit lebaran, mukena, dan seragam dinas. 

"Koleksi baju brand Maharrani, foto: koleksi FB  Elsa Maharrani.jpeg"
Siapa sangka konveksi yang dia bangun mulai memberikan dampak dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat Koto Tingga.

Seperti kata salah satu tetangganya, sekarang setiap mau membayar uang semesteran kuliah anaknya dia gak perlu lagi pusing cari pinjaman sana sini. 

Wah senang saya dengar cerita seperti ini, karena dulu pernah ngalamin bayar kuliah harus gantian didahulukan yang mau ujian, maklum anak orangtua saya 6 orang.

Karyawan dan mitra yang bekerja sama dengannya hingga saat ini lebih dari 70 orang, bekerja di tim produksi dan marketing. Yang bikin bahagia hampir semuanya itu adalah penduduk asli Simpang Koto Tingga. 

Menurut Elsa dalam satu bulan, Kampung Jahit kini mampu memproduksi lebih dari 5 ribu biz. Para mitra Maharrani ini mendapatkan pendapatan tambahan antara 790 ribu - 1 juta rupiah perorang dalam satu Minggu.

Jadi selama satu bulan mereka akan menerima kurang lebih sekitar empat juta rupiah. Mendapat  tambahan uang sebesar ini setiap bulan sangat berarti sekali bagi peningkatan taraf hidup mereka.

Elsa juga sudah memiliki sekitar 125 agen dan 250 reseller dari aceh hingga papua. Lebih menggembirakan lagi di tahun 2023 Maharrani melebarkan sayapnya dengan hadir di salah satu mal di Malaysia. 

Tentunya juga telah tersedia agen-agen di luar negeri seperti Singapura, Hongkong Taiwan hingga Qatar, yang bisa memperkenalkan produksi dari sebuah kota kecil di Indonesia yang mutunya tidak kalah dengan yang lain.

Bagi Elsa  selain mengutamakan kualitas, produknya dijual dengan harga yang cukup terjangkau. Makanya  hijab dan baju dari Maharrani  ini banyak diminati oleh masyarakat.

"Kampung Jahit Maharrani, foto: sumbar.antaranews.com.jpeg"

Ini adalah kesuksesan yang sangat besar,  karena alasan utama Elsa mendirikan Konveksi Maharrani adalah karena ia ingin bermanfaat bagi orang lain. 

Sesuai motto brand Maharrani yang dia ambil dari hadist nabi "‘sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia’ (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).

Narapidana dan penyandang disabilitas juga dirangkul

Seperti yang kita tahu kalau narapidana yang sudah selesai menjalani hukumannya ketika mulai berbaur dengan masyarakat kembali, kebanyakan tidak otomatis diterima untuk bekerja apalagi kalau tidak punya ketrampilan sama sekali.

Tapi tidak demikian dengan Elsa Maharrani, si penyuka masakan Padang ini justru merangkul mereka untuk bekerja di konveksi bersama-sama dengan para ibu dan perempuan muda yang sudah lebih dulu bekerja dengannya.

Mereka yang saat itu masih menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas setempat diberi pelatihan untuk membuat pouch atau tas bungkus untuk produk Maharrani. Hasilnya bagus loh, tidak ada yang menyangka barang-barang ini buatan tangan narapidana.

Ini bisa menjadi bekal kemampuan mereka ketika sudah bebas dari tahanan. Selain itu Elsa juga merangkul penyandang disabilitas untuk bekerja Kampung Jahit Maharrani, mereka bisa berkarya dan memiliki pendapatan untuk menghidupi keluarganya.

Alasan utama Elsa Maharrani mendirikan Konveksi Maharrani adalah karena ia ingin bermanfaat bagi orang lain.

Sebuah usaha yang bisa dibilang sukses ini bukan berarti tidak ada kendala. Membangun mindset agar memiliki visi yang sama jadi salah ujian paling berat.

Karena karyawan dari Maharrani berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, ada yang tamatan SD hingga lulusan S2. Ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi elsa. 

Makanya Elsa selalu melakukan pertemuan juga upgrading agar memiliki visi yang sama, dia selalu mengingatkan bekerja di Maharrani agar mempunyai kehidupan yang lebih baik. Karena  tim bisa kompak, bisnisnya makin berkembang.

Hal ini tentu saja berdampak positif terhadap kehidupan ekonomi mereka. Karena 90 persen yang bekerja adalah perempuan  terdapat program kesehatan khusus pekerja perempuan. 

Mereka bekerja sama dengan dinas kesehatan kota Padang untuk gerakan peduli kesehatan pekerjaan perempuan. 

Menerima Award dari ASTRA

Berkat kerja kerasnya ia berhasil Menjadi salah satu penerima Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2020 dengan Kategori UMKM Kampung Jahit.

ASTRA menilai Elsa bisa membuat usaha yang menyerap banyak tenaga kerja dan membantu memperbaiki taraf hidup mereka yang sebelumnya hanya berprofesi sebagai pencacah batu kali dan asisten rumah tangga. Kini mereka mempunyai penghasilan tetap di atas Upah Minimum Regional Kota Padang.

"Elsa Maharrani di acara ASTRA, foto: koleksi pribadi.jpeg"
Brand Maharrani makin dikenal banyak orang

Dalam hidup bermasyarakat harus seimbang antara duniawi dan bekal akhirat kita nanti, makanya tak hanya fokus berbisnis, Elsa yang hobi traveling ini juga ikut dalam kegiatan sosial bersama warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Muaro.

Dia juga mendirikan Rumah Quran Serambi Minang yang saat ini telah menampung lebih dari 200 santri (tidak mondok) mulai dari anak-anak sampai mahasiswa. 

Bahkan selama pandemi kemarin, selain memberikan bantuan sembako untuk karyawan dan masyarakat sekitarnya, Elsa juga bekerja sama dengan mahasiswa Tata Busana di kotanya untuk membuat masker untuk disumbangkan.

Rencana kedepan yang sudah mulai dirintis penyuka warna tosca dan ungu ini adalah mewujudkan mimpinya untuk mengembangkan brand Maharrani.

Terlihat dari namanya yang semula Maharrani Hijab menjadi Maharrani, karena  sebelumnya hanya brand fesyen menjadi brand lifestyle. Tentunya akan ada produk lain seperti parfum, tas dan sepatu.

"Elsa Maharrani di JMFW, foto: koleksi IG Elsa Maharrani.jpeg"

Sudah beberapa tahun ini brand Maharrani menjadi salah satu peserta di acara Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) dan MUFFEST 2023 (Muslim Fashion Festival) di Jakarta. Ini hanya beberapa acara besar yang mereka ikuti dan membuat produknya makin dikenal banyak orang.

Semoga usahanya semakin berkembang, bisa menginspirasi memberi semangat orang lain untuk berwirausaha, memotivasi generasi muda mendukung kehidupan berkelanjutan dan memberikan inspirasi bagi lingkungan sekitarnya.

Yang pasti nih dengan menjadi brand lifestyle bisa  menciptakan banyak lapangan pekerjaan dan memberikan manfaat untuk orang banyak.

Kalau saya sempat ke Padang lagi kepingin deh melihat langsung Kampung Jahit yang penuh dengan orang -orang kreatif yang mampu menciptakan produk yang berkualitas.

"Makasih mba Elsa, sibuk Umroh tapi sempat balas WA.jpeg"

Komentar