Bank Sampah Abdul Halim, Solusi Terbebas dari Tumpukan Sampah

Hi Mom...

Lihat tas selempang di foto ini?  tas ini terbuat dari bahan daur ulang. Tas ini menurut saya cakep banget😊 saya dapat dari teman yang kebetulan  dia beli dari luar negeri, bayangkan dari barang bekas bisa jadi sebuah tas yang multiguna dan harganya lumayan mahal.
"Tas daur ulang. foto: Dok.Pribadi.jpeg"
Pembahasan masalah sampah memang tidak akan ada habisnya, karena tidak bisa dipungkiri banyak bahan-bahan yang digunakan untuk kita hidup terbuat dari organik dan non organik.

Yang paling banyak pastinya sampah dari rumah tangga. Isinya bisa macam-macam, antara lain:
  • Sisa-sisa makanan
  • Pembungkus (selain kertas, karet dan pelastik)
  • Tepung
  • Sayuran
  • Kulit buah
  • Daun ranting
Sampah sebanyak ini jadi tantangan sendiri yang dihadapi semua masyarakat di Indonesia bahkan dunia. Masalah sampah ini jadi sebuah keresahan yang juga dirasakan seorang pemuda bernama Abdul Halim dari kecamatan Kuta Blang, Kabupaten Bireuen Aceh.

Dia merasakan ditengah makin maraknya macam-macam makanan yang bisa diperoleh idenya dari sosmed, jumlah sampah yang dihasilkan juga semakin meningkat. 

Ini bisa menjadi ancaman terhadap keselamatan lingkungan dan kesehatan manusia. Abdul halim merasa masalah sampah di Bireuen sudah tidak masuk akal, seperti tidak ada jalan keluar untuk mengatasinya.
"Sampah betebaran di desa Blang Asan.jpeg"
Kabupaten yang memiliki julukan kota Juang semakin komplek masalahnya karena terjadi konflik antara masyarakat dengan pemerintah daerah. Salah satunya masalah pemilihan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) untuk sampah.
Ide cemerlang dari Kota Pahlawan
Kota Surabaya yang dijuluki kota Pahlawan ini sepertinya jadi jalan keluar bagi Abdul Halim untuk mengatasi masalah sampah di kotanya. 

Saat itu dia mewakili LSM Lingkungan hidup  (tempat dia bekerja selama ini) yang pergi mendampingi anggota DPRD Bireuen melakukan kunjungan kerja ke Surabaya tahun 2019 lalu. 

"Saya bekerja mendampingi anggota dewan ke Surabaya untuk melihat cara pengelolaan sampah di sana," kata Halim waktu itu. Dia terkesima dengan cara pengelolaan sampah di Surabaya, dalam hati langsung bertekad untuk menerapkannya di Bireuen.

Kenapa Surabaya jadi kota pilihan mereka? Untuk pengelola sampah Surabaya memang terdepan. Terbukti Surabaya jadi satu-satunya kota di Indonesia yang meraih piala Adipura Kencana,  sebuah prestasi dalam bidang pengelolaan lingkungan perkotaan dan kebersihan.

Bayangkan dari segi sarana, Surabaya mempunyai Pusat Daur Ulang (PDU) sampah bernama PDU Jambangan yang bisa bikin Abdul Halim tercengang. Fasilitas PDU Jambangan yang dibangun tahun 2015 ini dapat mengelola sampah 5-6 ton sampah perhari.

Kapasitas maksimumnya juga gak main-main bisa sampai 20 ton/hari. Pendapatan dari sampah yang terolah mencapai 6 juta rupiah/ hari. Rasanya gak sabar untuk segera terbang ke Bireuen dan langsung menerapkannya.
Mulai beresin sampah di Desa Blang Asan
Langkah pertama yang diambil pemuda berusia di atas 30 tahun ini adalah memetakan masalah sampah di tempat tinggalnya. Desa Blang Asan dianggap memiliki masalah sampah yang cukup serius.

Pemandangan sampah berserakan di sekolah dan di jalan sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Lingkungan menjadi kotor dan tidak sehat, apalagi Blang Asan yang terletak di pinggir kota tidak memiliki tempat pembuangan sampah yang layak.

Lulusan Sosiologi Universitas Malikussaleh ini melakukan pendekatan dengan perangkat desa Blang Asan. Uluran tangannya mendapat respon yang baik, karena kepala desa Blang Asan merasa kewalahan dengan masalah sampah di desanya.

Halim mulai mendampingi pemerintah desa Blang Asan untuk mengelola sampahnya sejak awal tahun 2020. Atas usul kepala desa Blang Asan, Pengelolaan sampah ini langsung berada di bawah Badan Usaha Milik Gampong/ desa (BUMG) Asan Jaya.
"Abdul Halim ikut memilah sampah di desa Blang Asan.jpeg"
Siapa kira tujuan baik yang dia tawarkan awalnya tidak berjalan mulus. Masyarakat pesimis idenya untuk mengelola sampah yang berserakan dimana-mana akan berjalan lancar.

Tapi Abdul Halim tidak patah semangat untuk terus menyadarkan pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan benar. Sosialisasi dan cara mengolah dan memilah sampah  sering dia lakukan bersama kelompok-kelompok pengolah sampah.

Usahanya tidak sia-sia terbukti dari 110 kepala keluarga (KK) yang ada di Blang Asan ada 60 KK yang mau berpartisipasi. Halim juga melakukan advokasi  dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Bireuen.

Mereka mendapat bantuan berupa bentor alias becak motor untuk mengangkut sampah. Tidak berhenti sampai disitu saja, DLHK juga memfasilitasi sampah yang sudah dikumpulkan untuk diangkut dan dibuang ke TPA.
Tabungan Sampah di Bank Sampah
Tabungan apa sih ini? Bank Sampah juga salah satu gagasan dari Abdul halim. Pembangunan Bank Sampah yang diberi nama Bank Sampah Asri berfungsi sebagai tempat mengumpulkan dan mengelola sampah dari masyarakat. 
"Peresmian Bank Sampah Asri.jpeg"
Nantinya sampah-sampah yang dikumpulkan ini akan diolah menjadi barang-barang bermanfaat. Seperti pupuk kompos, menjadi kerajinan tangan membuat tas misalnya (seperti tas selempang saya) dan lain-lain. 

Hasilnya lumayan karena salah satunya bisa membayar retribusi sampah yang dikutip oleh petugas khusus dari desa. Taoi Abdul Halim sadar sekali kalau fungsi bank sampah ini belum maksimal, apalagi lokasi desa Blang Asan di pinggiran kota.

Bank Sampah baru berfungsi sebagai tempat memilah sampah yang bernilai jual. Tapi karena terbatasnya lahan, sampah yang sudah dipilah belum bisa diolah di tempat menjadi barang bermanfaat seperti kompos dan lain-lain.

Minimal usahanya ini sudah membuahkan hasil, masyarakat Blang Asan sudah mulai aware akan pentingnya pengelolaan sampah. Karena mereka sudah belajar mengolah dan membuang sampah yang baik, desa Blang Asan mulai terlihat apik karena sampah sudah mulai berkurang.

Progres di tahun 2022 selain desa Blang Asan, Abdul Halim juga menjadi pendamping juga di Dusun Geudong Teungoh, Desa Pulau Ara, Kecamatan Kota Juang, Bireuen.

Bersama komunitas perempuan The Power Emak-emak Community membangun Bank Sampah. Mereka yang selama ini fokus pada kegiatan sosial dan olahraga, ternyata juga antusias saat diajak untuk memilah-milah sampah.

Salah satu cara yang cukup jitu untuk mengatasi masalah sampah menurut Halim dengan menerapkan pengelolaan sampah berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pengelolaan sampah.

Seperti memilah, mengumpulkan, mengolah hingga memanfaat sampah menjadi barang bermanfaat. Halim berharap nantinya Bank Sampah di Dusun Geudong Teungoh jadi tempat mengumpulkan sampah dan mengolahnya menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai jual, karena lokasinya sangat strategis.

Harapannya Kabupaten Bireuen memiliki Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) yang menghubungkan desa-desa sekitar yang ingin berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
Penghargaan untuk Abdul Halim
Kerja keras untuk mengatasi masalah sampah ini ternyata banyak diapresiasi, salah satunya dari PT ASTRA International Tbk. Abdul Halim meraih penghargaan Satu Indonesia Award pada tahun 2021, untuk kategori Lingkungan.
"Abdul Halim menerima penghargaan ASTRA.jpeg"
Alasannya Abdul halim dianggap sebagai anak bangsa telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan dan teknologi. 

Penghargaan ini buat Halim sebagai bonus dari hasil kerja kerasnya karena pengelolaan sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan memilah sampah bisa mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Mimpi ini akan terus berlanjut karena Abdul Halim berharap Bank Sampah di Kabupaten Bireuen bisa menjadi contoh bagi desa atau kabupaten lain yang ada di Aceh bahkan di Indonesia. 

Komentar

  1. Uwaaaaah bireun ini dekeet ama lhokseumawe, kota tempat aku kecil ampe smu. Harus diakui dulu itu daerah aceh masih banyak yg kotor memang mba. Trutama yg pinggiran. Sedih sih, mana banjir pasti kejadian kalo udh ujan.

    Semoga semakin banyak orang2 kayak abdul halim yg peduli dengan sampah begini. Demi aceh yg semakin bersih dan bebas sampah kedepannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah iya mba Fanny dulu pernah tinggal di Aceh. Masalah sampah masalah yang gak kelar kelar di bahas, bahkan sudah jadi masalah dunia. makanya inovasi-inovasi untuk mengubah sampah jadi bahan daur ulang penting banget biar bumi gak tenggelam sama sampah kita sendiri ya

      Hapus

Posting Komentar