Buku Kedua: Kisah di Balik Liputan Istana

Hi Mom...

Menulis (walaupun gak bagus-bagus amat) biasanya masih dilakukan para jurnalis biarpun sudah gak kerja lagi, misal berhenti kerja karena menikah dan punya anak atau masuk masa pensiun.

"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"

Media untuk menulisnya juga macam-macam, sekarang semua sosmed bisa untuk menuliskan segala macam uneg-uneg yang ada di otak. Bahkan untuk sekadar menulis status di Whatsapp juga bisa ngobatin kerinduan untuk menulis.

Apalagi kalau sampai bisa menulis buku (buat gw) itu impian banget bahkan masuk jadi salah satu bucket list gw. Walaupun baru bisa ikut nulis buku Antologi alias nulis rame-rame, buat gw gak masalah.

Jadi kalau ada ajakan menulis yang temanya gw minati hayuuuk cuus nulis. Kali ini gw gak akan cerita panjang lebar bagaimana perjuangan menulis buku gw yang kedua setelah sebelumnya sempat ikutan menulis buku Diary Emak Pelupa.

Ketika teman-teman di grup ex istana (isinya teman-teman yang masih dan pernah liputan di istana lintas generasi) punya ide untuk menulis suka duka di balik liputan istana, gw langsung ikutan ngelist buat kirim tulisan.

Ketimbang nulis serius, gw memilih nulis yang ringan ringan aja deh. Karena kalau yang agak berat pasti banyak yang lebih keren pengalaman liputannya. gw kasih bocoran sedikit apa yang tulis untuk buku tersebut:

  • - Ngidam Dimsum Hakau Istana Negara
  • - Ketika teman kantor menikah di tanggal dan lokasi pernikahan anak presiden, siapa yang harus ngalah hayooo?
  • - Patwal Presiden bisa membuka jalanan yang macet, kayak membelah lautan.
Makanya ketika mengirim tiga tulisan gw persilahkan tim editor buat milih, eh ternyata semuanya dimuat, Alhamdullilah. Minimal ide awal untuk mengajak 79 wartawan menulis, yang ternyata hanya ada 52 yang punya waktu untuk ikutan tapi target 79 cerita terpenuhi.
"Tulisan gw di buku Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"
Kenapa 79? karena ceritanya nih sebagai kado peringatan ke-79 tahun kemerdekaan. Karena banyak teman-teman yang berasal dari media kompas dan punya penerbitan buku terbesar di Indonesia bernama Gramedia jadilah buku kita dicetak oleh Kompas Penerbit Buku dan bisa terpajang di toko buku Gramedia yaaaay.

"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"
"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"
Apakah kelar hanya dicetak dan terpajang di toko buku terkemuka? tentu saja enggak. Setelah bedah buku dan kumpul-kumpul halal bihalal di BSD rumah mba Tingka akhir pekan kemarin, masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita bereskan sama-sama. 

Selain berdoa buku ini laris manis dan bisa dicetak ulang, salah satu yang bikin gw happy dari uang royalty  kita nantinya mau bikin yayasan yang bisa bantu kalau ada dari kita yang kesulitan misalnya. 

"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"

"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"
"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"

Apapun itu gw berharap semua yang baca bisa ikut menikmati pengalaman kita liputan dulu, bahkan bisa ikutan ngakak. Karena pengalaman kita kadang agak diluar nurul ya kan, walaupun kita dianggap liputan di tempat ekslusif.  

Apalagi kalau ada yang terinspirasi juga untuk jadi jurnalis  pasti lebih bahagia lagi, berarti kita sudah di jalur yang benar ha..ha... yuuuuk yang penasaran segera ke Gramedia terdekat. Buku ini diletakkan di bagian depan buku-buku terbaru dan di bagian Social and Science.

Makasih buat yang sudah mampir, sehat-sehat tapi jangan lupa untuk bahagia bye...

"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"
"Kisah di Balik Liputan Istana.jpeg"

Komentar

  1. Hari ini aku mau kluar, semoga sempet ke gramedia πŸ˜„. Penasaran baca banyak kisah dari para jurnalis handal begini. Kalo yg begini aku sukaaa mba. Krn based on pengalaman pribadi dan yg menulis pun punya background penulis. Jd ceritanya enak dibaca πŸ‘. Kayak ngalir

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoaaaaah makasih mba, aku aja baca pengalaman teman-teman banyak yang bikin ngakak dengan kelakuan ajaib mereka pas liputan. semoga bisa menikmati bukunya mba

      Hapus

Posting Komentar